iklan

Monday, 26 May 2014

Ijma

A.  PENGERTIAN IJMA
      Menurut bahasa, Ijma' adalah kata benda verbal ( mashdar ) dari kata ijmah yang mempunyai dua makna, memutuskan dan menyepakati sesuatu. contoh pertama ajma'a fulan ala kadza ( si A memutuskan begini ). contoh kedua : ajma' a al - qaum ala kadza ( orang - orang sepakat tentang begini ). Makna kedua dan pertama sering di gabung, di mana bila ada kesepakatan bulat tentang sesuatu, maka juga ada keputusan tentang soal itu.

       Menurut istilah, al - Ghazali mengatakan bahwa pengertian ijma' adalah kesepakatan umat Muhammad saw, Khususnya atau suatu persoalan keagamaan, Menurut Jumhur  ulama ushul, Ijma' adalah kesepakatan para mujtahid umat Muhammad saw. setelah wafatnya di satu kurung waktu, atas hukum agama di dalam suatu kejadian ( warqi'ah ).

      Ijma' atau konsensus, sumber hukum syariat ketiga setelah al - qur'an dan al - sunnah, didefinisikan sebagai persetujuan  para ahli hukum islam pada masa tertentu tentang masalah hukum. Al - Syafi'if menolak ijma para ulama. pengertian ijma menurut al - Syafi' iy adalah termasuk persetujuan seluruh masyarakat. sementara Al - Ghazali menyusun sebuah modus vivendi yang mengikat kebulatan masyarakat mengenai dasar - dasar yang meninggalkan masalah detail bagi persetujuan ulama, sedangkan mazhab Syi'ah tidak menerima ijma' kecuali bersal dari keluarga Nabi. jma menurut mereka adalah konsensus yang mewujudkan pandangan imam yang sempurna dan tidak semata - mata persetujuan ulama tentang suatu opini.

      Mayoritas ahli ushul al - fiqih setelah al - Syafi; iy memberikan pengertian ijma' sebagai kesepakatan para ulama atau mujtahid mengenai suatu hukum islam. Misalnya Syiraziy ( 476 H ). mengartikan  ijma' sebagai kesepakatan para ulama mengenai hukum peristiwa. Sedangkan menurut al - Amidiy ( w. 631 H ) Ijma' adalah kesepakatan semua anggota ahl al - hill wa al - aqd umat Muhammad dalam sebuah periode tertentu mengenai hukum peristiwa tertentu. Ijma' ialah kebulatan pendapat semua mujtahidin umat Islam atas sesuatu pendapat ( hukum ) yang di sepakati para ulama, baik dalam suatu pertemuan atau terpisah - pisah, maka hukum tersebut mengikat ( wajib di taati ) dan dalam hal ini ijma merupakan dalil qath'iy, tetapi kalau hukum tersebut hanya keluar hanya keluar dari kebanyakan mujtahidin maka hanya di anggap dalil Dzanniy dan lagi perseorangan boleh mengikuti sedang bagi orang - orang tindakan mujtahidin boleh berpendapat lain, selama oleh para penguasa tidak diwajibkan untuk melaksanakanya. Ijma harus mempunyai dasar yaitu Al - Qur'an dan al - Sunnah.
 
      Ijma itu dapat terwujud apabila ada empat unsur yaitu :
  1. Ada sejumlah mujtahid ketika sesuatu kejadian, karena kesepakatan ( Ijma )' tidak mungkin kalau tidak ada sejumlah mujtahid, yang masing - masing mengemukakan pendapat yang ada dan penyelesaian pandangan.
  2. Bila ada kesepakatan para mujtahid umat islam terhadap  hukum syara' tentang suatu masalah atau kejadian pada waktu terjadinya tanpa memandang negeri, kebangsaan, atau kelompok mereka.        Jadi, kalau mujtahid Makkah, Madinah, Irak, Hijaz saja umpamanya yang sepakat suatu hukum syara' menurut syara' kalau bersifat rasional. Tetapi harus bertahap Internasional.
  3. Kesepakatan para mujtahid itu dapat di wujudkan dalam suatu hukum ktidak dapat di katakan ijma; kalau hanya berdasarkan pendapat mayoritas, jika mayoritas setuju, sedangkan minoritas tidak setuju. Berarti tatap ada perbedaan pendapat.
  4. Kesepakatan para Ijtihad itu terjadi setelah ada tukar menukar pendapat lebih dahulu, sehingga di yakini betul putusan yang akan di tetapkan.
B . Ijma Menurut Para Ulama
  • Menurut Imam al - Ghazali : Ijma' adalah kata sepakat  ( ittifaq ) umat Nabi Muhammad SAW. Khususnya mengenai persoalan keagamaan.
  • Menurut Al - Amidi : Ijma' itu adalah informasi tentang kata sepakat kelompok yang berwenang mengambil keputusan dari umat Nabi Muhammad SAW pada suatu masa tertentu tentang ketentuan suatu kasus tertentu.
  • Menurut Nasa'i : Ijma itu adalah kata sepakat   para ulama yang mempunyai kewenangan ber ijtihad, pada setiap masa pada suatu hukum.
  • Menurut Syaukani : Ijma ialah kata sepakat mujtahidin dari umat Nabi Muhammad SAW setelah wafatnya pada masa tertentu tentang suatu persoalan.
  • Menurut Syi'ah Imamiyah : Ijma' itu adalah kesepakatan yang mengungkapkan sabda al - ma' shum. baik kata sepakat itu seluruh umat atau hanya sebagian.
  • menurut Al - Nazhzham ( tokoh Mu' tazilah ) : Ijma' itu adalah semua pendapat yang di dukung oleh hujjahnya sekalipun pendapat itu hanya pendapat satu orang saja.
  • Syeikh Islam ibnu Taimiyiah : Ijma adalah sumber hukum ketiga yang di jadikan pedoman dalam ilmu dan agama, mereka menimbang seluruh amalan dan perbuatan manusia baik batiniyah maupaun lahiriyah yang berhubungan dengan agama dengan ketiga sumber hukum ini.
C. Kedudukan Ijma
      Dasar hukum Ijma berupa Al - Qur'an , al - sunnah, dan akal pikiran.

a.  Al - Qur'an
Allah SWT berfirman :
       Artinya : "Hai orang - orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul ( Nya ) dan ulil amri di antara kamu".
      Kata ulil amri yang terdapat pada ayat di atas mempunyai arti hal, keadaan atau urusan yang bersifat umum meliputi urusan dunia dan urusan agama. Ulil amri dalam urusan dunia ialah Raja, pemimpin atau penguasa, sedangkan ulil amri dalam urusan agama ialah para mujtahid. Dari ayat di atas di pahami jika para ulil amri itu telah sepakat tentang sesuatu ketentuan atau hukum dari suatu peristiwa, maka kesepakatan itu hendaknya di dilaksanakan dan di patuhi oleh kaum Muslimin.
Firman Allah SWT :
      Artinya : "Dan berpeganglah kamu semaunya pada tali ( agama ) Allah janganlah kamu bercerai - berai".
      Ayat ini memerintahkan kaum Muslimin bersatu padu, jangan sekali - kali bercerai - berai. Termasuk dalam pengertian bersatu itu adalah berIjma ( bersepakat ) dan di larang bercerai berai, yaitu dengan menyalahi ketentuan - ketentuan yang telah disepakati oleh para mujtahid.

b.  Al - Sunnah
Sabda Rasulullah SAW :
Artinya : "Umatku tidak akan bersepakat melakukan kesalahan".
        Apabila para mujtahid telah melakukan Ijma', dalam menentukan hukum syara' dari suatu permasalahan hukum, maka keputusan ijma' itu hendaklah di ikuti, karena tidak mungkin mereka melakukan kesepakatan untuk melakukan kesalahan apalagi kemaksiatan dan dusta.

Dan sabda Rasulullah SAW yang lain :

   Artinya : "Apa bila seseorang menginginkan kemakmuran surga, hendaknya selalu berjamaah",.

c. Akal Pikiran
        Setiap Ijma' yang di tetapkan menjadi hukum syara', harus di lakukan dan di sesuaikan dengan asal - asas hukum islam. Karena itu setiap mujtahid hendaklah mengetahui dasar - dasar pokok ajaran islam, batas - batas yang telah di tetapkan. Bila ia berijtihad dan dalam berijtihad itu ia menggunakan nash, maka batas ijtihadnya tidak boleh melampaui batas maksimum dari yang mungkin di pahami dari nash itu. Sebaliknya jika dalam berijtihad, ia tidak menemukan satu nash pun yang dapat di jadikann dasar ijtihad, maka dalam berijtihad ia tidak boleh melampaui kaidah - kaidah umum agama islam, karena itu ia boleh menggunakan dalil - dalil yang bukan nash, seperi qiyas, istihsan, dan sebagainya.

D. Rukun - rukun Ijma
     Dari definisi dan dasar hukum ijma' di atas, maka ulama ushul fiqh menetapkan rukun - rukun ijma' sebagai berikut :

  1. Adanya kesepakatan pendapat antara satu ulama dengan pendapat ulama lain.
  2. Para Mujtahid, yakni harus ada beberapa orang mujtahid dikala terjadinya peristiwa dan para mujtahid itulah yang melakukan kesepakatan ( menetapkan hukum peristiwa itu ). Seandainya tidak ada beberapa orang mujtahid di waktu terjadinya peristiwa tentulah tidak akan terjadi ijma', karena ijma itu harus di lakukan oleh beberapa orang. 
  3. Yang melaksanakan kesepakatan itu hendaklah seluruh mujtahid yang ada dalam dunia Islam. Jika kesepakatan itu di lakukan hanya para mujtahid yang ada pada suatu negara saja, maka kesepakatan yang demikian belum dapat di katakan suatu ijma.
  4. Kesepakatan itu harus dinyatakan secara tegas oleh setiap mujtahid bahwa ia sependapat dengan mujtahid - mujtahid yang lain tentang hukum ( syara ) darisuatu peristiwa yang terjadi pada masa itu. Jangan sekali - kali dalam kesepakatan itu unsur - unsur paksaan, atau para mujtahid yang di harapkan kepada suatu keadaan, sehingga ia harus menerima suatu keputusan.
  5. Kesepakatan itu hendaklah merupakan kesepakatan yang bulat dari seluruh mujtahid. 
E.  Macam - macam Ijma
      Sekalipun sukar membuktikan apakah ijma' benar - benar terjadi namun dalam kitab - kitab fiqh dan ushul figih diterangkan macam - macam ijma'. Diterangkan bahwa ijma itu  dapat di tinjau dari beberapa segi dan tiap - tiap segi terdiri atas beberapa macam.
Di tinjau dari segi terjadinya, maka ijma terdiri atas :
  1. Ijma sharih, qouli, boyani, yaitu para mujtahid menyatakan pendapatan dengan jelas dan tegas, baik berupa ucapan atau tulisan, seperti hukum masalah ini halal dan tidak haram.
  2. Ijma, sukuti, iqrari, yaitu pategara mujtahid seluruh atau sebagian mereka tidak menyatakan pendapatnya dengan jelas dan tegas, tetapi mereka terdiam diri saja atau tidak memberikan reaksi terhadap suatu ketentuan hukum yang telah di kemukakan mujtahid lain yang hidup di masanya.
       Para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan ijma sukuti', ini : ada yang menyatakan sebagai dalil qath'i dan ada yang berpendapat sebagai dalil zhanni.
Sebab - sebab terjadinya perbedaan adalah : keadaan diamnya sebagian mujtahid tersebit mengandung kemungkinan adanya persetujuan atau tidak. Apabila adanya persetujuan maka hal ini adalah dalil qath'i, dan apabila tidak menyetujui maka hal itu bukanlah sebauh dalil, dan apabila ada kemungkinan memberi persetujuan tetapi dia tidak menyatakan ; maka hal ini adalah dalil zhanni.

    Oleh karena itu, Ijma sukuti', tidak dapat di mutllakkan  keberadaan hukumnya. tetapi harus mempertimbangkan adanya bukti dan kondisi para mujtahid yang diam tadi.

     Dalam hai ini ada perbedaan pendapat diantara ulama ; ulama Malikiyah danSyafi',iyyah menyatakan ijma' sukuti bukan sebagai ijma dan dalil. sedangkan menurut ulama hanafiyah dan hanabilah menyatakan bahwa ijma' ini dapat di nyatakan sebagai ijma dan dalil qath,i.
Di tinjau dari dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu', dapat di bagi kepada :
  • Ijma qah'i, yakni hukum yang di hasilkan ijma, itu adalah sebagai dalil qathi di yajini benar terjadinya, tidak ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah di tetapkan berbeda dengan hasil ijma', yang di lakukan pada waktu yang lain.
  • Ijma zhanni' yaitu hukum yang di hasilkan ijma' itu zhanni masih ada kemungkinan lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah di tetapkan berbeda dengan hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma yang di lakukan pada waktu yang lain.
      Dlam kitab - kitab fiqih terdapat beberapa macam juga ijma' yang di hubungkan dengan masa terjadi, tempat terjadi atau orang yang melaksanakannya. ijma - ijma itu, ialah :
  1. Ijma sahabat, yaitu ijma yang di lakukan oleh para sahabat Rasulullah SAW ;
  2. Ijma khulafaurrasidin, yaitu ijma,  yang dilakukan oleh para khalifah abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Ali Thalib, Tentu saja hal ini hanya dapatt di lakukan pada masa ke - empat orang itu hidup, yaitu pada masa khalifah Abu Bakar. setelah Abu Bakar meninggal dunia ijma' tersebut tidak dapat di lakukan lagi. 
  3. Ijma shaikhan, yaitu ijma' yang di lakukan oleh ulama - ulama Madinah. ijma ahli madinah merupakan salah satu sumber hukum Islam menurut Mahzhab Maliki, tetapi Madzhab Syafi,i tidak mengakuinya sebagai salah satu sumber hukum.
  4. Ijma shaikhan, yaitu ijma yang di lakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
  5. Ijma ulama Kufah,yaitu jma yang di lakukan oleh ulama - ulama Kufah. Madzhab Hanafi menjadikan ijma' ulama kufah sebagai salah satu sumber hukum Islam.
     

No comments:

Post a Comment