iklan

Saturday, 12 September 2015

Berharap tahun depan masih berjumpa Nini

Ini malam terakhir penulis bermalam di rumah ayah dan ibu tepatnya di desa Balongko kacamatan Budong – budong. Mulai dari pertama hingga sekarang Banyak hal yang baru penulis dapatkan di tempat ini berkumpul besama teman – teman se – angkatan waktu di SD sampai menemukan teman baru.

Kisah berawal sejak 10 akhir bulan ramadhan. Ya, tepatnya ketika tarwih di mesjid tempat pertama kali penulis belajar ceramah. Masih ingat betul waktu itu penulis di tunjuk oleh ustad untuk untuk membawakan ceramah. belajar siang dan malam untuk memahami materi cerama berjudul “Gunakanlah Lima Perkara Sebelum Datangnya yang lima”. Hari H telah tiba nama penulis di sebutkan dalam susunan acara agar naik keatas mimbar, segera naik mengucapkan bismillah pertama – tama lancar 9 menit kemudian tiba – tiba materi ceramahnya hilang dalam ingatan seolah di telan bumi, untunglah ada teks yang di tulis jadi tinggal di baca saja.

Kalian tentu tahu bagaimana rasanya melakukan hal untuk pertama kalinya begitu susahnya seperti pada malam hari penulis rasakan berdiri di depan jama’ah di mesjid. keringat berjujuran layaknya orang mandi , bergetar kaki seolah tidak tahan menahan beban di badan, terkunci mulut penulis untuk merangkai kalimat – kalimat ceramah, tidak jelas apa yang di ucapkan, pandangan mata seolah bersalah karena penampilan kurang maksimal. Tapi itulah pelajaran yang tidak aku sesali bahkan penulis senang mendapatkan pelajaran itu bahkan kalau bisa di ulang waktu tidak apa – apa kalau tiap hari di suruh kultum.

Lanjut kemalam 23 ramadan jama’ah nya hanya lima orang laki – laki itu pun ketinganya anak – anak agak lumayan jama’ah perempuan tiga saf. Penulis berpikir mungkin sebagian orang menggangap bulan ramadan itu sebagai budaya. Ya budaya di mana pada malam pertama jama’ah banyak bahkan ada yang tidak kebagian tempat , berlangsung sampai 10 malam pertama setelah itu mulai berkurang. Padahal kalau di lihat dari penjelasan al – Qur’an dan Hadis malam – malam terakhirlah yang paling banyak pahalanya.

Ada juga sebagian masyrakat hamba Ramadhan mengapa ? karena hanya pada bulan ramadan rajin melalukan hal di perintahkan tuhan. rajin shalat, sedekah, memberi makan anak yatim dan lain – lain sebagainya. Lalu salah ? tidak. Tapi, untuk membuktikan totalitas keimanan hamba itu kita harus senang tiasa melalukan apa yang di perintahkan tuhan bukan hanya hamba ramadhan.

Lanjut kehari – hari berikutnya sampai pada hari penetapan 1 syawal. Banyak masyrakat di kampungku risau apakah lebaranya besok jadi atau tidak sudah banyak yang membuat buras ,ayam sudah di potong kalau tidak jadi rugilah ucap seorang tetangga .

Matahari masih enggan menampakan sinarnya suara takbir sudah di perdengarkan di langit langit Rante Kombiling, aku masih bermalas - malasan di atas ranjang yang empuk ini, sesekali menggerkan badan kekiri dan kekanan agar lebih rilex. Sal, bagun sudah siang nak,,, suara nini, memanggilku. Ia ma. Aku segara terbagun meninggalkan ranjang empuk dan bergegas kekamar mandi.

Satu hari setelah ramadan penulis bersama alumni Rante Kombiling merencanakan  rekreasi ke pantai. Banyak usulan tempat mulai dari yang dekat sampai yang jauh alasanya pun bermacam - macam, tapi tempat yang terpilih Kambunong. peralatan di sediakan lalu kami pun berangkat kurang lebih yang ikut 40 orang.

Kendala menuju kombunong adalah jalan yang jelek bergelombang, sempit, berdebu serta jembatanya yang sudah reot sepanjang jalan menuju kambunong aku selalu mengeluh kadang terlintas juga di pikiran ngapain tadi harus ikut kalau tau jalanya begini malas ikut – ikutan tidur di rumah lebih enak. Tapi, Semuanya terbayar lunas ketika kita sampai di tempat, jalan jelek, jembatan hancur terbayar lunas oleh pemandangan alam yang sangat eksotek pokonya sangat bagus, tentu hal pertama adalah kelurkan kamera lalu jepret sana sini. Ya tentunya untuk di dokumentasikan pribadi bahwa tempat ini pernah aku sambagi.


31 agustus 2015 bersama malam yang sunyi.

No comments:

Post a Comment